Senin, 13 April 2015

TELUR MATA GAJAH

Ayoo ayoo,, kalian heran kan...


Telur mata gajah?

Sebesar apa telur itu?

Bagaimana rasanya?

Hahahahaha, aku juga sama kok, pertama kali denger heran dan gak kebayang.. Kalian mau tau makanan apa sebenarnya telur mata gajah itu? dan khas dari daerah mana? 
Penasaran kaannnnn
yukk baca tulisan dibawah ini...


Telur mata gajah adalah makanan seperti bakwan yang di goreng dengan cetakan berbentuk bulat, kalo di Jawa Barat itu kayak cetakan kue cubit atau kue lumpur dan diatasnya di ceplokin telur puyuh. Makanan ini merupakan makanan khas kota Sampit, kamu belum pernah ke Sampit? wajar kalo gak tahu makanan ini.
'Telur Mata Gajah'

*throwback

Malam itu, mungkin udah malam kesekian aku berada di Kota Sampit, kebosanan sangat jelas terasa menghampiri, gimana tidak berada di lokasi yang mana mayoritas yang tinggal disana itu cowok, adapun cew tapi mereka karyawan yang sibuk siang malam. Mau jalan kemana-mana susah, karna kami gak ada kendaraan sendiri, mau ngandelin kendaraan perusahaan yah yassallam lah.. 
Untuk mengusir kebosanan aku selalu mengexplore Kota Sampit via google, berharap besok ato lusa aku ada kesempatan berkunjung ketempat2 yang asyik di Kota Sampit. scrol-scrol-scrol eh aku nemu sebuah tulisan yang membahas makanan khas Sampit yang salah satunya adalah Telor Mata Gajah. Gak mau tau, apapun alasannya bagaimanapun caranya aku harus makan makanan ini,.

#malamminggu
Malam ini jadwalnya ngedate, hahhahahaha...
Aku ditanya mau kemana? syudah pasti donk aku jawab ke Kota, mau makan telor mata gajah.
yukk mariiii...

Sesampainya di Kota Sampit, bener2 pusat kotanya sampit dan fyi aku nginep didaerah perindustrian kota Sampit bukan di pusat kota :) aku langsung nanya ibu-ibu tempat jual Telur Mata Sampit dimana? si ibu bilang itu disana, taman kota.
Oalah.... taman kota toh,, aku kemaren2 jalannya kesini-sini kok gak liat yo...
Ternyata nyampe di sana ternyata emang bener ada yang jual makanan ini, numpuk-numpuk seperti gorengan lain (shock karna q pikir ini makanan bener-bener spesial yang dijual ditempat tertentu) yang ternyata adalah makanan pinggiran jalan dijual dengan jajanan gorangan lain seperti bakwan, tempe goreng, ceker goreng, tahu goreng, ubi goreng etc lah.
Makanan Khas Sampit
Nah, pada dasarnya aku sendiri kan ga suka sama goreng-gorengan kayak gini, gak tau kenapa dan gak tau juga alasanya.. Tapi dari pada ga pernah makan kan, jauh jauh ke Sampit tapi ga nyoba makanan khasnya, mending coba dulu atuu, sapa tau doyan :) Eh, taunya pas dimakan satu ternyata enak lo..hmmm enyak enyak enyakkk, berhubung saat itu aku habis makan, jadinya pas nyicip Telor Mata Gajah cuma habis 3 (lapar ato doyan :')) dan sebenarnya pengen lagi tapi perut udah gacukup jadinya aku bawa pulang dech, nyampe rumah 5 telur mata gajahnya ludes :') hihihihi....

FYI....

Telur mata gajah ini adalah cemilan yang enak dimakan setiap saat, cara makannya adalah ambil saos yang sudah disiapkan oleh pedagang, simpan ke dalam piring/wadah sebanyak mungkin kemudian ambil satu atau dua telur mata gajah celupkan ke saos tadi.. baru makan sedikit demi sedikit.. Namun, karna aku gak terlalu suka saos jadi makannya layaknya makan gorengan biasa yang di cocol-cocol pake sambal gitu :) dan tentunya tidak mengurangi cita rasa aslinya donkkkk....

Foto by: http://4.bp.blogspot.com

Jika kamu mendapat kesempatan berkunjung ke Kota Sampit, mampir deh ke pusat jajanan di Taman Kota.. Rasakan sendiri kedahsyatan rasa Telur Mata Gajah ini.. Disini menurut saya salah satu tempat yang recomended adalah Telur Mata Gajah Amrozi, kamu bisa temukan di Jl. Yos Sudarso Pujasera Taman Kota Sampit, karena selain murah dan enak, Mata Gajah Amrozi ini sudah berdiri sejak lama, dan banyak pelanggan.. siap2 aja ngantrii :P

SELAMAT MAKANNNN :)



NIHA BÖ'Ö ZAMASI

Berawal dari keinginan yang besar untuk tahu dan bisa bahasa Nias, mungkin dengan ini aku memulai untuk belajar dan memahami, dimulai dari menulis sebuah lirik.


Afuriata Meuwaö khömö nakhi
Mofanödo ba danö wekoli
Wangalui tohu lala wa'auri
Soguna nafuri...........

Ofabu'u ba o'wa'o özazi
Darua ita nakhi lö samabali
Lömangiwa dödöu he ilau angi
Lö oröido nakhi

Lösa ara nakhi lö nai sahöri zidöfi
Götö wofanögu misa badanö weköli
Tödömö tobali ö'tayaigö wa'omasi
No tumbu badödöu ö'alui zimöi fangali
Simöi tambali......i.......i......

Reff: 
Akhi...........
Afökhö dödö urasoi owökhi
Akhi.............
Tödögu mane nihökha wörögi
Ya'o.......
Megezino mananö fa'omasi
Hawa niha bö'ö zamasi...
öfabu'u ba ö'wa'ö özazi

Darua ita nakhi lö samabali
Lömangiwa dödöu he ilau angi
Lö öröido nakhi.........

Lösa ara nakhi lö nai sahori zidöfi
Götö wofanögu misa badanö wekoli
Tödömö tobali ö'tayaigö wa'omasi
No tumbu badödöu ö'alui zimöi fangali
Simöi tambali......i.........i............

**Reff

Minggu, 12 April 2015

Cerita Rakyat 'Sambas'


'LONG PIRAK'



Tak tik tok tak tik, suara itu kini tak lagi ada dirumah tua itu. Peristiwa sunyi sudah berlanjut tiga pekan. Biasanya penenun tua dengan alat tenun tenaga manusia itu selalu membuat riuh suasana. Tapi kini rumah berloteng dua itu sepi dari ketukan menenun benang jadi kain.

Debu dan sarang laba-laba sudah banyak terlihat di antara peralatan tenun purba, yang tebuat dari kayu, besi dan bambu: Dengan menganggurnya tenun tradisional, berarti penenun tua itu sudah kehilangan dua helai kain bercorak lunggi atau insang atau bercorak padang terbakar. Kain tenun tradisional Sambas yang dihasilkannya memang amat bermutu. Di kampungnya, memang dialah yang banyak mendapatkan order, baik dari agen maupun perorangan yang akan melangsungkan segala upacara.

Kalau penenun tua itu tidak nganggur, kain yang banyak dihiasi benang emas, dikerjakannya cuma delapan hari bahkan enaam atau tujuh hari. Berarti perempuan janda yang berumur lima puluh lima tahun ini sudah kehhilangan pendapatan sekitar tiga puluh ribu rupiah dari harga kain yang bernilai delapan puluh lima ribu rupiah, bahkan ada yang berharga seratus lebih perhelai.

Mentari pagi yang bersinar merah menerpa mukanya yang dimakan ketuaan. Sebuah pertanyaan muncul dari cucu tersayangnya. Tak biasanya neneknya itu duduk termenung di teras rumah pada pagi-pagi begini. Dia sudah hafal benar dengan kebiasaan-kebiasaan neneknya setiap pagi. Tapi sudah tiga pekan belakangan ini, kejadian itu selalu didapatkannya.

"Biasanya pagi-pagi begini nekwan (sebutan nenek dalam bahasa Sambas) sudah berada di lorong untuk menenun. Tidak berada di beranda", celoteh cucunya bernada heran.

"Apakah sekarang nekwan sudah tidak mendapatkan pesanan, atau benang katun dan benag emas sudah habis. Sehingga nekwan tak menenun", tanya cucunya kembali dengan sedikit nakal.

Along pirak terdiam sejenak (Along merupakan sebutan anak pertama). Pikirannya mulai membayang pada seperangkat tenunan tradisional sebanyak tiga buah. Yang banyak menghasilkan beraneka corak kain. Dia sadar, berbagai kain cual telah banyak membantunya dalam memberikan titel sarjana kepada tiga anaknya. Alat tenun tradisional inilah yang banyak berjasa.

Diapun masih ingat waktu segerombolan wisatawan menjenguknya, ingin melihat proses pembuatan kain tradisional Sambas. Dan masih terngiang ditelinganya waktu Pak Harun pimpinan rombongan akan pamit, sempat berpesan.

"Tenunan ibu bagus. Sangat berkesan kalau kain tenun ini dijadikan souvenir. Kalau bisa bu, diajarkan kepada anak cucu. Agar keberadaan tenun tradisional inti tidak punah termakan jaman. Coraknya begitu artistik".

Itulah pesan Pak Harun membuatnya terkesan. Lantas tambah giat menenun. Memang semenjak kedatangan rombongan wisatawan itu produktifitasnya semakin meningkat. Long pirak semakinberfikir ingin memajukan pendapatannya lewat home industri itu. Lantas bertambahlah penenun-penenun muda menjadi lima orang.

Tapi belakangan ini Along Pirak tidak seperti biasanya. Riang dan penuh canda. Dia lebih banyak termenung, menatap lanting didepan rumahnya.

"Nek..... Nekwan", tegur cucunya sedikit kuat.
Alongpirak hanya menoleh ke wajah cucunya dengan senyuman hambar.
"Apakah nekwan sakit atau...."
"Nekwan tidak sakit, tapi......"
"Tapi kenapa nek. Apa nekwan merasa capek, atau jemu menenun ataukah sudah kehilangan pelanggan"
"Bukan masalah itu Sum, Nekwan beberapa hari ini tidak menenun kain karena ingin beristirahat dulu"
"Tapi semua anak buah nenek kok ikut beristirahat" kata cucunya ingin tahu.

Along pirak tak sanggup menjawab. Kalsum sang cucu hanya terjawab oleh gerak gerik neneknya yang gelisah. Tatapan cucu semakin membuahkan tanda tanya melihat sorotan mata neneknya yang tajam. mereka saling beradu pandang. Ada getaran pilu menyengat batin Kalsum. Tapi bagi Along Pirak, tatapannya terasa kosong.

Sebuah gumpalan kekecewaan yang sebenarnya ada pada batinnya. Tak sanggup ia keluarkan. Tak sanggup nenek itu berbagi kisah duka kepada cucunya. Hanya dua raut wajah yang rada serupa ini, lama terdiam. Mereka sama-sama membisu. Bisa dalam berbagai praduga hanya Tuhan di atas sana yang mengetahui dua hati ini.

Sebenarnya Along Pirak bukannya merasa capek, sakit atau ingin beristirahat atau tidak ada pesanan. Tetapi sepucuk surat dari Mawardi anaknya yang sulung itu membuatnya banyak nganggur.  Memang surat dari Mawardi yang insinyur itu sudah tiga pekan diterimanya dari Pontianak. Sehingga tenunan tradisional yang melahirkan irama tak tik tok tak tik turut membisu selama tiga pekan juga.

Permintaan ketiga anak-anaknya yang sama sarjana itu ada benarnya, mengingat dia sudah tua. Dia disuruh hijrah ke Pontianak. Tapi bagi Along Pirak sendiri dia tidak mampu berpisah dengan teman setianya, seperangkat tenunan purba tradisional itu. Kini pupusla semua harapan Along pirak, kelima dara manis pembantunya.

"Nekwan.....nekwaaaannn.......", sapa cucunya heran. Karena neneknya seketika menunduk lesu. Tak bergairah.
Along pirak tetap tak menjawab. perasaan sedih tak terasa bergetar antar dua hati. Kalsum memeluk neneknya eratt-erat. Dipandangnya wajah neneknya. Ada sebening kaca kebahagiaan memudar. Pelukan cucunya merenggang setelah along pirak bersuara.

"Sum, bersihkan semua alat-alat tenun. Dan setelah itu panggilankan Dare, Buntat, Inang, Dayang, Tini", tegas Along Pirak. Mendengar itu kalsum merasa gembira. KEgembiraan itu terlukis dari gerakannya.

"Apakah nekwan akan menenun kembali?", tanya kalsum.
"Tidak", jawab Long Pirak sedih
"Jadi", tatap kalsum ke wajah neneknya penuh tanya.
Along pirak terdiam. Tatapannya pada cucu seakan-akan terpaksa. Kalsum heran. Sejuta tanya menguak batinnya apa gerangan yang terjadi?. Pertanyaan inilah yang mendesak Kalsum semakin ingin tahu.

"Sebenarnya ada apa nek?", Kalsum mendesak.
"Ya sebenarnya kita akan meninggalkan desa ini. Pergi ke kota menemui pamanmu. Dan semua alat tenun yang nenek suruh kemaskan adalah petanda berakhirnya kegiatan nenek menenun. Juga semua pembantu yang nenek suruh kesini hanyalah nenek ingin menyelesaikan upah-upah mereka".

Mendengar penjelasan Long Pirak, timbul pikiran kalsum apakah di Pontianak nantia ia tak lagi mengenakan kain tenun tradisional, dan apakah kelima anak buah neneknya masih bisa mempertahankan kain khas derahnya. Sementara tatapannya kosong kedepan memandang lanting-lanting yang juga merupakan khas daerahnya akankah semua itu pudar termakan oleh Zaman.








Source: Cerita Rakyat Kabupaten Sambas. Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sambas.